Pages

Subscribe:

Sabtu, 16 Januari 2010

STEPHEN JOHNSON SYNDROME 1

      Semalam tiba-tiba ibuku menangis layaknya anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya. Sambil menangis beliau memegang kain putih yang kupikir selembar bahan yang ingin diberikan kepadaku. Kebetulan rumah kami memang berdekatan, sehingga bisa kapan saja ibu  atau sebaliknya, cucunya datang menghampiri rumah masing-masing. Sambil menangis beliau berjalan tertatih-tatih dengan kaca matanya yang terlihat sudah memudar gagangnya." Dee....", begitu panggilan beliau untukku. " Dee ibu udah bisa jaitt...huhuhuuu....udah bisa keluar air mata kalo ibu nangis". Seketika aku bangun dari tempat dudukku saat sedang bercanda dengan buah hatiku. " Udah bisa masang benang sendiri ke jarum, huhuhu...". Beliau masih menangis sesenggukan. Sambil menunjukan kain putih yang kusangka selembar bahan biasa yang ternyata sebuah mukena yang sudah memudar warna putihnya. Di sana terlihat jelas bekas jahitan benang yang baru saja ibuku jahit."Tante Haula mau pinjem mukena ibu tapi kebesaran". Beliau mengusap air matanya yang 'sedikit' keluar dari sela-sela pinggir matanya.
     "Iya bu,Alhamdulilahhh...Ya Allahhh...". Sambil kucium pipi ibuku yang sudah sedikit keriput dan rambutnya sudah memutih, . Aku bimbing ia untuk duduk. Sambil menangis beliau menunjukan hasil jahitannya kepada suami dan anak-anakku. Sungguh diluar dugaan mata ibuku yang baru 2 minggu lalu masih dalam keadaan perih, sakit tidak bisa melihat dengan sempurna, sekarang sudah mulai membaik. Sungguh Allah memang memberikan rahmatnya yang luar biasa kepada Ibuku. Wanita luar biasa yang mempunyai kekuatan dan sumber energi yang luar biasa dahsyatnya. Aku memang selalu menyebutnya begitu. Karena memang beliau wanita yang bukan biasa-biasa saja. Aku saja merasa 'bersalah' tidak bisa mengikuti jejak 'Keluar biasaan ' beliau. Beliau sumber kekuatan untukku, sulmber inspirasi untukku, energi yang tiada habisnya kugunakan.
          Apa yang dialami ibuku berawal sekitar 2 tahun yang lalu.Tepatnya di bulan November 2008.
      Kurang lebih selama 2 minggu ibu mengeluh sakit di bagian perutnya. Seperti kembung, mulas dan perasaan tidak enak. Tapi  aku dan kakak-kakakku menganggapnya penyakit mulas biasa karena memang ibu mempunyai penyakit maag. Sebenarnya aku merasa bersalah karena selalu tidak bisa menemani ibu  periksa ke dokter. Karena aku bekerja. Terakhir ibu menghampiriku mengeluh kalo sakit perut dan di bagian tenggorokan. Badannya merasa tidak enak. Kemudian aku minta ibu untuk duduk dan aku minta pula beliau membuka pakaiannya. Karena beliau juga mengeluh gatal-gatal. Saat kubuka Masya Allahh... sekujur badan ibu seperti bintik-bintik merah tetapi bukan bintik merah yang ada pada penderita DB. Ibuku menunduk sambil tanggannya memegang kepalanya seperti menahan sakit. Aku hanya berpikir ini bukan penyakit biasa. Ada sesuatu terjadi pada beliau.Bingung antara menemani ibu ke dokter segera atau berangkat ke tempat bekerja. Aku menelepon kakakku untuk segera datang ke rumah ibu dan mengantar beliau ke rumah sakit terdekat. Aku yakin penyakit ibu tidak main-main.Kebetulan rumah kakakku bersebelahan dengan rumah ibu, tidak lama kakakku datang.
     Di tempatku mengajar konsentrasiku buyar. Kakakku menelepon dan memberitahuku kalau bibir dan wajah ibuku membengkak. Segera setelah selesai jam mengajar aku langsung menyusul le rumah sakit. Tiba di kamar perawatan aku lihat kakakku duduk di samping kasur ibu. Aku hampiri ibu yang duduk di atas tempat tidur, saat itu beliau duduk menyamping. Sehingga wajahnya kurang begitu jelas. Masya Allahh...Ya Allah penyakit apa yang Kau berikan pada ibuku? Lidahku kaku tidak dapat bicara, tidak ada kata-kata yang dapat kuucapkan. Aku hanya dapat memeluk ibu dan menangis. Beliau terlihat sedih dan menahan tangis. Rasanya perih dan panas, katanya. Waktu kutanya kakakku, penyakit apa yang diderita ibu ,dokter belum memberikan keterangan tentang penyakitnya. "Lagi di observasi". Jawabnya.
      Di malam harinya kondisi ibu semakin parah. Bintik-bintik di tubuh yang mirip dengan penderita demam berdarah berubah menjadi seperti bintik penderita cacar air namun lebih hitam dan banyak. Bintik-bintik itu menutupi sekujur tubuh ibu. Masya Allah. Bibirnya pun semakin membengkak. Tubuh ibuku di infus. Aku dan kakakku masih menunggu hasil observasi dokter sampai keesokan paginya. Sementara itu aku terus mencari tahu tentang penyakit ibuku dari situs-situs terkait berdasarkan ciri-ciri yang dialami oleh ibu.
      Sampai keesokan harinya kakakku yang mendampingi ibu di rumah sakit belum juga mendapat jawaban yang pasti tentang penyakit yang diderita oleh ibu. Aku penasaran. Langsung saja aku hampiri ruangan suster jaga untuk bertanya lebih lanjut hasil pemeriksaan sementara terhadap penyakit ibu. Karena hari itu hari minggu dokter tidak datang. Awalnya suster tidak mau memberitahu aku tentang penyakit ibu secara detail. Kesannya seperti berbelit-belit , mungkin karena memang kode etiknya begitu. Tetapi setelah aku desak dengan alasan-alasan yang masuk akal, akhirnya suster memberikan keterangan berdasarkan data yang ada. Diagnosa yang  singkat itu membuatku dan kakakku kaget, istilah yang sama sekali belum pernah aku dengar sebelumnya. "Ibu anda terkena Stephen Johnson Syndrome. Atau SJS. Akibat dari reaksi alergi obat yang berlebihan". Penyakit apa , seperti apa efeknya, harus bagaimana, apakah menular? akibat apa yang ditimbulkan, seribu pertanyaan tersimpan dalam benakku. " Menular tidak sus? Kira -kira dari obat apa yang bisa menimbulkan reaksi SJS?". Tanyaku. " Bisa dari obat antibiotik atau penghilang rasa nyeri pada persendian. Jawaban yang singkat itu sedikitnya bisa memberikan pencerahan untukku dan keluarga.
      Langsung saja aku menuju kamar perawatan ibu dan segera menanyakan kira-kira 1 atau 2 minggu yang lalu obat apa yang diminum oleh ibu. Dari keterangan ibu terjawab sudah penyebab SJS pada ibu. Ketakutan-ketakutan yang aku rasakan berangsur-angsur berkurang. Yang menjadi fokus aku dan keluarga adalah bagaimana mengurangi efek dari penyakit ibuku. Sementara dalam perawatan ibu tidak diberikan obat sama sekali.Hanya vit c untuk kekebalan tubuh. Karena tidak dapat menelan dan makan maka kondisi ibu harus dalam kondisi fit. Makin hari kondisi ibu makin memprihatinkan. Air mata ini terus mengalir, andai penyakit ibu dapat dipindahkan ke tubuhku, rasa sakit yang dirasakan akan segera hilang. Wajahnya mirip seperti Aliens, kulit pada telapak tangan dan kakinya melepuh.Tidak boleh tersentuh sedikit pun. Nyeri dan perih katanya. Ya Allah.Sungguh Besar KekuasaanMu. Kau tunjukkan KekuasaanMu dengan penyakit yang kau berikan pada ibuku.Sekujur tubuhnya terdapat bintik-bintik hitam seperti cacar air yang mengering, bibirnya bengkak dan berwarna hitam. Yang mengeluarkan cairan putih kental terus menerus. Belakangan aku tau ada yang memberitahu bahwa cairan itu adalah sel darah putih. Bagian tubuh yang mempunyai sel mukosa mengeluarkan cairan terus menerus 24 jam. Seperti dari mulut dan bagian kemaluan. 24 jam kami terus menemani ibu.
      Banyak kejadian aneh selama ibu dirawat. Mulai dari hal-hal yang masuk akal sampai yang tidak masuk akal. Aku ketakutan dan menangis melihat kondisi ibu. Tenaga ibuku jadi luar biasa. Padahal beliau saat itu usianya 68 tahun. Infus yang terpasang ditangan ibuku terlepas karena ditarik dengan sekuat tenaga oleh ibu. Saat itu jam menunjukkan pukul 10 malam. Suster segera menyuntikan morfin untuk membuat ibuku tenang. Kondisi yang tidak mengenakan dan tidak nyaman tersebut membuat ibu jadi seperti berhalusinasi. Selama 3 malam hampir kami tidak dapat tidur, terjaga 24 jam. Karena ibu memang tidak dapat tidur pulas.Mengigau, tangan dan kakinya banyak melakukan gerakan-gerakan spontan yang dapat merusak selang infus, terbangun tiba-tiba, bicara yang tidak jelas. Dengan mata memerah ibu kadang-kadang marah tidak jelas membuat kami ketakutan melihat wajah ibu. Beliau juga meracau katanya melihat banyak makhluk halus di dalam kamar perawatan sehingga ibu minta dipindahkan ke ruangan lain. Waktu itu waktu pukul 02.00 pagi saat ibu memaksa anak-anaknya memindahkan beliau ke ruangan lain. Dibawa dengan kursi roda ibu sendirilah yang memilih kamar. Saat itu ibu membayangkan beliau ada di hotel bintang 5 yang mempunyai kamar yang bagus.
       "Ibu pilih kamar yang ini". Tiba-tiba ibu menunjuk kamar di depan lorong kamar sebelumnya di rawat.
       " Ohh yang ini ibu suka?".Tanya kakakku.
       " Iya..kamarnya bagus". Jawabnya dengan meyakinkan.
       Ya Allah, padahal penglihatan ibu tidak sempurna tetapi beliau bisa memilih ruangan yang paling super di rumah sakit. Waduhhh Kelas Super VIP. Memang ruangannya luas, lebih terasa terang. Selesai dipindahkan ibu meminta aku dan kakak perempuanku untuk mengaji. Sambil dibimbing oleh beliau. Sampai azan subuh terdengar. Hari-hari berikutnya kondisi ibu mulai membaik. Bekas seperti 'luka bakar' yang dialami oleh ibu berangsur-angsur mengering dan cairan dari mulutnya mulai berkurang jumlahnya.
       Namun awal dari sakit di bagian mata ibuku dimulai saat perawatan ibu dipindahkan. Karena cairan yang keluar dari mata ibu membuat kelopak mata ibu tertutup rapat, dokter sempat berusaha membuka kembali agar kelopak ibu tidak melekat erat. Saat kelopak ibu dapat terbuka mata ibu masih memerah. Tidak tega aku melihatnya. Sampai akhirnya aku tidak dapat menahan tangis melihat penderitaan ibu. Dari awal dokter memang sudah memberitahu pihak keluarga akibat dari SJS ini. Yang terparah adalah kebutaan. Itu sangat kami jaga benar. Aku sempat menangis mendengar penjelasan dokter, membayangkan andaikan benar hal itu terjadi. Beberapa minggu setelah ibu pulangdari rumah sakit ibu mulai mengeluh penglihatannya berkurang. Lendir yang keluar dari mulutnya masih sedikit-sedikit keluar. Layaknya bayi, ibu memakai celemek khusus bayi. Makanan yang masuk ketubuh ibuku masih melalui selang yang dimasukan ke dalam tubuh ibu. Bergantian aku dan kakak perempuanku memberikan makan untuk ibu. Sungguh Ibuku adalah wanita yang luar biasa. Wonderful Mother I have...I Love u So Much...Tidak tega rasanya melihat beliau melewati hari-harinya yang penuh dengan perjuangan melawan SJS. Dokter mengatakan masa pemulihan dapat berlangsung 1 sampai dengan 2 tahun.Masya Allah...tapi aku yakin ibu dapat melewatinya. Tidak hentinya beliau melafalkan ayat-ayat Quran yang beliau hafal di luar kepala. Karena tidak dapat melihat sempurna, apalagi untuk membaca. Beliau sempat menangis saat mengetahui dirinya tidak dapat memabaca Al Quran, tetapi aku tetap memberi kekuatan kepada beliau bahwa Allah pasti memberi kesembuhan pada ibu. Aku katakan ibu adalah orang yang hebat telah dipilih Allah untuk menjalani semua cobaan ini. Diberi kelebihan dapat menghafal sebagian ayat-ayat Quran.Saat itu aku sedang hamil. Aku pun membayangkan andai ibu tidak dapat melihat bayi yang aku lahirkan kelak, karena diperkirakan bayi yang aku kandung adalah anak laki-laki sesuai dengan keinginanku.
      Sekitar beberapa bulan kemudian dokter memastikan bahwa ibu harus menjalani donor mata. Andai ingin melihat dengan sempurna.Air mata ibu pun tidak dapat keluar lagi. Sehingga apabila sedang menangis ibu tidak dapat mengeluarkan air mata., sehingga membuat mata ibu terasa perih. Keluar lagi air mataku, betapa banyak penderitaan yang harus ibu lalui. Kemudian dokter membuatkan air mata buatan yang harus diteteskan ke mata ibu yang berasal dari darah salah satu anaknya. Yang kemudian di campur dengan zat tertentu hingga warnanya menjadi bening. Hanya sempat beberapa kali diteteskan di mata ibuku.
       Sampai akhirnya kondisi ibu dikit demi sedikit berangsur membaik sampai saat ini. Setelah menjalani berbagai macam metode pengobatan Syukur Alhamdulilah air mata ibu sempat keluar saat beliau menangis walaupun sedikit, setelah menjalani terapi pijat dan memakan bangkoang yang diiris kecil-kecil dicampur dengan kecap. Sesuai dengan nazar beliau apabila kondisi membaik dan dapat melihat kembali (walau tidak sempurna) ibu ingin pergi umroh plus dengan mengunjungi Mesjid Al Aqsa di Yerusalem akhirnya tercapai juga. Ibu pergi sendirian ke sana. Tanpa didampingi oleh anaknya satu pun.

For My Beloved Mother....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar